Thursday, November 28, 2013

His Secret Admirer


Fero menatap kertas pink di tangannya Di atas kertas itu tertulis beberapa baris kalimat.

"Setiap Kau tersenyum aku seperti melihat kejaiban yang tak bisa kujelaskan
Sebuah harapan yang membuatku berani bermimpi
Tahukah Kau? Jarak terjauh bukanlah antara bumi dan surga
Tapi saat Kau berada di sampingku dan aku tak bisa menyentuhmu."

Fero mengernyit. Ini udah kelewatan, batinnya frustasi. Cowok itu memandang sekeliling kamarnya, kemudian dihampirinya meja belajar di sudut ruangan. Dibukanya laci paling bawah meja itu dan dikeluarkannya sebuah kaleng biskuit dari dalamnya. Lalu cowok itu menumpahkan isi kaleng itu di atas tempat tidurnya. Sedetik kemudian permukaan bedcover nya sudah tertutup kertas-kertas pink yang seragam. Di setiap lembarnya tertulis puisi yang berbeda.

“Tuhan… it’s frustrating me,” keluhnya. Diamatinya kertas di hadapannya satu per satu. Semua tulisannya diketik dengan komputer. Dia hampir mengeluh lagi ketika tiba-tiba seorang cewek masuk ke kamarnya. Phia.
“Bisa nggak sih, kalo masuk ke kamar orang ketok pintu dulu?” tanya Fero dengan nada protes. Cowok itu buru-buru menghalangi pandangan Phia ke tempat tidurnya dengan duduk di atasnya. Tapi rupanya Phia sudah terlanjur melihat apa yang dia coba sembunyikan.
“Bisa kok. Tadi pintunya kan udah kebuka. Lo tuh, kalo nyuruh orang ketok pintu harusnya Lo tutup pintunya.” jawab Phia kalem. “Apa tuh yang Lo dudukin? Contekan buat ulangan besok ya?” tanyanya kemudian. Fero menggeleng.
“Terus apa dong?”
“Ada deh. Rahasia.”
“Boong Lo. Pasti contekan, kan? Udah… ngaku aja.”
“Enak aja. Gue mah nggak pernah nyontek. Yang ada Lo tuh yang tiap ulangan selalu minta sontekan ke gue.” sahut cowok itu. Dilihatnya alis kanan Phia mennggi. Kemudian cewek itu berlutut di hadapannya.
“Kamu nggak suka ya aku nyontek Kamu?” tanya Phia. Fero menggeleng lagi. Melihat itu Phia hanya tersenyum tipis. “Harusnya Kamu ngomong dong, biar aku ngerjain sendiri.” katanya lembut seraya mendekatkan badannya ke arah Fero.
“Lo mau ngapain?” tanya Fero heran. Cowok itu menjauh sedikit, tapi Phia tetap mendekatinya hingga jarak mereka hanya kurang dari satu jengkal. Dilihatnya senyum licik di wajah sahabatnya itu.
Tanpa diduga Fero, Phia menjulurkan tangan kanannya ke belakang tubuh cowok itu dan mengambil salah satu kertas pink miliknya.
“Hahaha… Gue dapet nih.” seru Phia penuh kemenangan. Seketika cewek itu berlari menjauh dari Fero.
“Phia… Lo tuh ya. Balikin ke gue!” ujar Fero jengkel, cowok itu merasa tertipu. Dilihatnya Phia memamerkan senyum lebarnya.
“Kalo Lo balikin, ntar gue beliin Lo eskrim deh.” bujuk Fero. Tapi Phia menggeleng. “Kalo nggak boleh dibaca gue robekin lho…” sahut cewek itu. Nada bicaranya sama sekali tidak mengancam, tapi Fero tahu cewek itu serius. Akhirnya dengan berat hati Fero mengangguk.

✿ ✿ 

“Jadi, ini semua yang buat orang yang Lo nggak tahu dia siapa?” tanya Phia setelah satu jam. Sudah dibacanya semua puisi yang ditujukan untuk Fero. Jumlahnya ada dua ratus dua puluh tujuh.
“Ya gitu deh,” jawab Fero sekenanya.
“Kenapa nggak Lo cari orangnya?” tanya Phia polos. Fero berdecak tidak sabar.
“Lo liat baik-baik dong, tulisannya diketik, bukan ditulis tangan.” jawab cowok itu.
“Kenapa nggak Lo cari cewek-cewek di sekolah yang suka nulis?” tanya Phia lagi.
“Cewek yang suka nulis di sekolah kita itu banyak Phia… Mana mungkin gue nanyain mereka satu-satu. ‘Hei, Lo cewek yang jadi secret admirer gue ya?’. Bisa-bisa gue digampar ntar.” jawab Fero sesabar mungkin.
“Gue bantuin deh, besok kita cari orangnya. Pasti ketemu kok.” kata Phia. Cewek itu lalu berdiri, dan tanpa mengucapkan apapun lagi keluar dari kamar Fero.
Keesokan harinya waktu istirahat Phia menghampiri Fero di bangkunya. Diletakkannya sebuah daftar di meja cowok itu.
“Ini apaan?” tanya Fero. “Daftar cewek-cewek yang suka bikin puisi dan ada kemungkinan besar naksir sama Lo.” jawab Phia. Fero membaca daftar itu sekilas. Ada tiga nama di daftar itu. Lengkap dengan biodatanya.
“Dari mana Lo dapet?” tanya Fero curiga. “Koneksi gue kan banyak. Cari begituan doing sih kecil buat gue.” ujar Phia enteng. Lalu ditariknya Fero hingga berdiri. Dengan pasrah Fero mengikuti Phia. Mereka mengamati orang-orang yang bahkan baru Fero sadari keberadaannya.  Yang pertama mereka stalking adalah Mariesca Adinata, siswi kelas sepuluh yang di-bully nya habis-habisan MOS lalu. Tapi Phia memutuskan bahwa bukan dia orangnya. Kemudian di istirahat kedua ini mereka mengikuti Adinda Putri dan Helena Kirania, dua anggota cheers yang sudah diketahui publik naksir dia setengah mati.
Sayangnya, saat Phia dan Fero sedang sibuk berdebat tentang siapa di antara mereka berdua yang lebih cocok, Dinda  menghampiri tempat persembunyian mereka dan langsung menyiram Phia dengan jus tomat.
Phia membeku. Ditatapnya Fero dengan sorot mata kebingungan. Cowok itu menatapnya balik dengan pandangan yang sama.
“Ada ap-…” Fero belum selesai bertanya saat Dinda berkata dingin, “Temen makan apa Lo, hah? Gebetan temen Lo sendiri Lo ambil juga. Lo kira gue nggak tahu apa-apa tentang Lo? Gue pikir Lo temen gue, nggak nyangka Lo itu musuh dalam selimut. Licik Lo, Phi!”
Phia melongo takjub. “Maksud Lo apa?” tanya cewek itu. “Nggak usah sok innocent.  Mending Lo ikut gue deh Fer,” kata Dinda. Tanpa menunggu persetujuan Fero, dia menarik cowok itu pergi. Selepas kepergian mereka berdua, Phia terdiam. Lama… sampai akhirnya cewek itu kembali ke kelas.

✿ ✿ 

Fero melangkahkan kakinya kembali ke kelas. Jam istirahat sudah lewat sepuluh menit, tapi kelasnya masih ramai. Cowok itu duduk di samping Phia, kemudian cowok itu menatapnya lekat-lekat.
“Kenapa Lo ngeliatin gue kayak gitu?” tanya Phia. Fero hanya mengangkat bahunya. “Lo masih inget yang gue bilang ke Lo waktu itu, kan?” tanya Fero.
“Ooh… tentang prinsip Lo itu? Iya, gue inget kok. Emang kenapa?” tanya Phia ganti.
“Apa coba?”
“Seorang teman, sampai kapanpun  tetap hanya akan menjadi teman. Gitu kan?”
Fero mengangguk. Lalu cowok itu menghela nafas panjang.
“Menurut Lo gimana seandainya gue mengingkari pernyataan gue itu?” tanya Fero
“Lo kan cowok. Cowok macem apa yang nggak konsisten sama omongannya sendiri? Tapi bagaimanapun, Lo akan tetep gue anggap sebagai temen kok.”
“Makasih ya.”
“Emang kenapa?”
“Nggak. Nggak apa-apa”
Lalu keduanya diam. Mereka tidak berbicara satu patah katapun lagi sampai bel pulang berbunyi. Fero juga sengaja melewati jalan pulang yang berbeda dengan Phia, padahal biasanya mereka  berjalan pulang bersama.
Fero menendang kerikil di sepanjang jalan. Di telinganya masih terngiang-ngiang percakapannya dengan Dinda.
“Lo mau ngomong apa?”
“Phia itu suka sama Lo.”
“Hah? Jangan asal ngomong Lo!”
“Semua orang yang nggak buta pasti bisa liat itu.”
“Masa sih?”
“Lo nggak percaya? Coba besok Lo berangkat ke sekolah lebih awal, Lo bisa liat sendiri kalo omongan gue bener.”
“Terus kenapa Lo nyiram Phia pake jus tomat tadi?”
“Karena gue suka Lo. Tapi gue nggak suka dia.”
Sampai di rumah Fero langsung menelpon Phia.
“Phi, besok berangkat bareng gue yuk.” ajaknya “Sorry Fer, gue besok berangkat agak siangan. Jadi kayaknya Lo duluan aja deh. Nggak apa-apa kan?”
Klik. Fero langsung mematikan teleponnya setelah mendengar jawaban Phia. Lalu cowok itu merebahkan dirinya ke atas kasur dan tidur. Ketika dia terbangun esok harinya jam baru menunjukkan pukul enam pagi. Tapi cowok itu langsung bergegas untuk berangkat ke sekolah.
Sesampainya di sekolah, cowok itu menimbang-nimbang sebelum melangkahkan kakinya ke kelasnya. Di depan kelas dia terpaku. Dari jendela bisa dilihatnya Phia sedang tidur di bangkunya sendiri.
Fero masuk ke kelas. Cowok itu menengok ke laci mejanya. Sudah ada kertas pink di sana. Lalu dia berdehem cukup keras sehingga membuat Phia mendongak.
“Ngapain Lo di sini?”
“Gue nggak pernah tau Lo berangkat sepagi ini.”
“Maaf, gue nggak bermaksud boong sama Lo. Bukan berarti gue nggak mau bareng sama Lo kok.”
“Gue juga nggak pernah tau Lo suka nulis.”
“Maksud Lo?”
“Dan gue sama sekali nggak tau kalo Lo suka sama gue.”
Phia menunduk.
“Jangan ngomong apa-apa. Kita bisa tetep jadi temen kok. Dan Lo boleh ngasih puisi buat gue setiap hari. Sampai kita lulus kuliah nanti.”
“Maksud Lo?”
“Gue mau Lo nungguin gue. Would you?”
"..."

Pinky ♥

No comments:

Post a Comment

What do you think about my blog? Please, tell me...