Thursday, November 28, 2013
Eskrim Dan Kedewasaan
Ketika aku masih duduk di bangku kelas dua SD, papa adalah orang yang mengantar dan menjemputku ke sekolah. Sebenarnya aku lebih suka kalau mama yang menjemputku, tapi karena mamaku sibuk, jadilah papa yang bertugas menjemputku.
Biasanya, dalam perjalanan pulang ke rumah papa akan bertanya apa yang aku pelajari di sekolah hari itu dan berapa nilai yang aku peroleh. Jika aku berhasil mendapatkan nilai sepuluh, papa pasti akan mengajakku berbelok ke toko dan membelikanku eskrim.
Hari itu, tidak seperti hari-hari sebelumnya papa tidak menanyaiku satu hal pun. Sepanjang perjalanan kami hanya diam, padahal hari itu aku mendapatkan nilai sepuluh di pelajaran matematika. Tapi aku tidak berani memberi tahu papa. Saat kami sudah semakin dekat dengan toko tempat kami biasa berbelok untuk membeli eskrim, aku semakin gelisah. Kupandang papa, tapi beliau tidak menunjukkan tanda-tanda akan menanyaiku. Akhirnya karena tidak sabar aku pun berkata pada papa.
“Papa, hari ini Sofia dapat nilai sepuluh lho…”
Papa pun berhenti berjalan dan menatapku. Kemudian beliau berkata,
“Nak, tidak apa-apa kan kalau hari ini kita tidak membeli eskrim? Lebih baik uangnya kita tabung saja untuk membeli buku-bukumu.”
Aku menundukkan kepalaku. Rasanya aku sangat malu sampai ingin menangis. Selama ini aku selalu berusaha mendapatkan nilai sepuluh karena aku tahu kalau papa akan membelikanku eskrim. Pikiran anak tujuh tahunku sama sekali tidak memikirkan tentang itu sedikitpun. Maka dengan kecewa, kali ini aku mengikuti papa melewati toko tersebut. Tanpa berbelok.
Hari-hari selanjutnya berlalu dengan cepat. Hingga kuhitung sudah sebelas hari kami tidak membeli eskrim.
Di hari yang ke-dua belas, sepulang sekolah aku menyambut papa dengan senyum yang tidak biasa di wajahku. Dengan penuh kemenangan aku menghampiri papa.
“Papa, hari ini Sofia dapat dua nilai sepuluh.” ujarku. Papa hanya tersenyum. Sepanjang perjalanan pulang kali ini aku yang berceloteh panjang lebar tentang hariku, tanpa menunggu papa bertanya. Di jalan yang menuju ke toko eskrim, aku menarik tangan papa untuk berbelok.
“Papa, ayo kita beli eskrim! Kali ini Sofia yang traktir.”
Papa menatapku. “Dari mana Kamu mendapatkan uang untuk mentraktir papa?” Tanya beliau.
Aku tersenyum lebar.
“Sofia kan menabung,” jawabku bangga. Papa tersenyum padaku. Senyum yang tidak dapat kulupakan sampai hari ini. Kemudian papa menepuk kepalaku pelan.
“Ayo kita beli eskrim. Tapi hanya untuk hari ini ya…”
Hehe… Itu pengalaman yang tidak terlupakan bersama papaku. Sekarang aku mengerti, hari di mana papa menolak untuk membelikanku eskrim adalah saat pertama kalinya di hidupku aku belajar menjadi lebih dewasa. Aku mengerti betapa papa sangat menyayangiku, sehingga beliau berkata seperti itu.
Terima kasih papa… I love you so… so… much :)
NB : Artikel ini disertakan dalam Semut Pelari Give Away Time, Kenangan paling berkesan dengan papa
Pinky ♥
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
What do you think about my blog? Please, tell me...